Wednesday, March 28, 2018

Peran dan Fungsi Masjid


4 Pilar Kehidupan Umat Islam
Ada empat hal yang menjadi pilar kehidupan umat Islam, yaitu: Al-Qur’an, Sunnah Rasul Saw. , Ulama, dan Masjid.
Keempat pilar ini saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Bila kempat pilar tersebut tegak dengan baik dan kokoh maka kehidupan umat Islam akan eksis dan berjaya. Namun bila ada salah satu diantaranya tidak berperan dalam kehidupan nyata umat Islam, maka kehidupan umat Islam akan rapuh dan bisa jadi akan lenyap di atas bumi.
1. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi nilai-nilai kebajikan sebagai pedoman hidup bagi seluruh manusia agar dapat menjalani kehidupan dengan kemuliaan dan kebahagian hingga di akhirat kelak.
2. Sunnah Rasul saw merupakan segala sikap, prilaku dan perkataan (sabda) Nabi Muhammad Saw sebagai penjelas dan perinci nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an.
3.  Ulama adalah pewaris para nabi, hal itu disabdakan oleh Rasulullah sebagaimana dalam hadis riwayat At-Tirmidzi. Artinya para ulama merupakan pewaris perbendaharaan ilmu agama. Sehingga, ilmu syariat terus terpelihara kemurniannya sebagaimana awalnya.
4. Sedangkan Masjid selain sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat pemberdayaan Umat. Di sinilah umat Islam beribadah, bertemu, bersilaturrahmi, bertatap muka membahas urusan keummatan.

Keberadaan masjid bagi umat Islam bukan hanya sekedar sebagai tempat beribadah tetapi lebih dari itu juga menjadi tempat untuk memenuhi segala kebutuhan umat islam.
Pada zaman Rosulullah masjid menjadi pusat kegiatan islam mulai sebagai pengaturan strategi perang, berdialog, kegiatan sosial serta untuk beribadah umat islam.
Dari uraian singkat diatas, dapat disimpulkan, umat Islam tidak mungkin dapat lepas dan dipisahkan dari Masjid, karena Masjid merupakan salah satu pilar penopang kelangsungan hidup umat Islam.

Peran dan fungsi masjid
Selain digunakan sebagai tempat ibadah, masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim, seperti diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Pada zaman Nabi SAW fungsi masjid selain sebagai tempat ibadah juga difungsikan sebagai pusat dakwah dan pemerintahan.
Di masjid Rasulullah menyampaikan khutbah-khutbah dan pengarahan-pengarahannya mengenai semua masalah kehidupan, baik yang berkenaan dengan masalah ad-Din (agama), sosial, maupun politik. Di masjid pula Rasulullah SAW menerima utusan-utusan dari berbagai jazirah Arab yang datang.
Pendeknya, masjid pada zaman Rasulullah SAW merupakan pusat seluruh kegiatan kaum Muslim.
Peran Masjid.
Masjid nabawi di madinah telah menyebarkan fungsinya sehingga lahir peranan mesjid yang beraneka ragam.  Sejarah mencatat tidak kurang dari sepuluh peranan yang telah di emban oleh mesjid nabawi yaitu sebagai berikut:
1. Tempat ibadah.
2. Tempat pendidikan.
3. Tempat santunan sosial.
4. Pusat penerangan atau pembelaan agama.
5. Tempat konsultasi dan komunikasi.
6. Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa.
7. Aula dan tempat menerima tamu.
8. Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya.
9. Tempat pengobatan para korban perang.
10. Tempat menawan tahanan.

Fungsi Masjid. Secara garis besar Masjid mempunyai 4 fungsi, yaitu :
1.  Fungsi Keagamaan : Ritual Shalat, I’tikaf, dzikir, membaca al-Qur,an, dsb
2.  Fungsi Pendidikan : khotbah, Tausiah, diskusi, seminar, pelatihan, perpustakaan, dsb.
3.  Fungsi Sosial : masjid sebagai pusat kegiatan sosial, seperti pengumpulan dan penyaluran dana (ZIS) bagi dhuafa, tempat singgah bagi musafir, asrama (tidak tepat jika dilakukan saat ini), serta sarana silaturahmi persaudaraan,dsb
4.  Fungsi Polkam  :   diskusi, musyawarah, rapat dan menyusun kekuatan umat Islam.
Ket : Beberapa masjid juga sering berpartisipasi dalam demonstrasi, penandatanganan petisi, dan kegiatan politik lainnya.

Memfungsikan Masjid Sebagai Basis Kajian Politik
Salah satu pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Ridwan mewakili banyak ulama menyampaikan keprihatinannya terhadap semakin terdegradasi fungsi masjid yang hanya digunakan sebagai tempat aktivitas ibadah di Tanah Air.
Karena itu, Cholil bersama sejumlah tokoh masyarakat berupaya menghidupkan kembali fungsi masjid seperti masa Rasulullah sebagai basis kajian politik masyakat Islam. Kesadaran partisipasi politik umat Islam kian lemah. Akibatnya, setiap perjuangan politik umat Islam selalu kalah dan tidak diperhitungkan.  Pengajian politik Islam yang berbasis di masjid ini adalah upaya untuk memberikan pemahaman politik Islam yang benar kepada umat. 
Saat ini, aktivitas pengajian politik Islam yang diprakarsainya masih terpusat di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, setiap hari Ahad.  Dibentuknya pengajian politik Islam ini (pada 2012) karena kekecewaan selalu kalahnya perjuangan politik umat Islam.
Tujuan pengajian politik ini bukan untuk mengarahkan umat ke salah satu kelompok dan partai politik tertentu, tetapi  untuk menyatukan pandangan akan pentingnya umat Islam berpartisipasi memilih calon pemimpin yang benar sesuai anjuran Alquran dan hadis.
Dalam Islam, memilih pemimpin adalah tanggung jawab yang harus dilakukan demi kepentingan umat. “Umat harus memiliki pemahaman yang benar bagaimana memilih pemimpin sesuai ajaran Islam.”
Namun, masjid sebagai tempat ibadah umat Islam harus tetap menjaga netralitasnya dari kepentingan politik praktis.

Read More

Thursday, March 8, 2018

Tasawuf Bid'ah ???


Dalam ceramahnya, Ustadz Yazid Bin Abdul Qodir Jawas mengatakan:
> Nabi tidak pernah mengajarkan tariqah/ tasawuf  (berarti tasawuf bidah dan sesat)
> Orang2 tasawuf/Sufi bebas dari beban syariat (tdk wajib shalat, puasa dsb)
> Orang2 Sufi merupakan walinya syaiton.
> Dsb.

Sepengetahuan saya tasawuf  tidak seperti yg disampaikan oleh ustadz Yazid Jawas. Saya rasa ustadz Yazid tidak paham dengan ilmu tasawuf.

Tasawuf merupakan salah satu dari 3 cabang ilmu dalam agama Islam, yaitu Tauhid (akidah), Fiqih (syariah) dan Tasawuf (akhlaq). Tasawuf adalah ilmu yang bertujuan untuk membersihkan hati (Qalbun Salim) dan mensucikan jiwa (Tazkiyatun Nafs)melalui berbagai amalan (seperti dzikrullah, muraqabah, zuhud, dsb) guna mencapai kedekatan bathin dengan Allah SWT (Makrifat).

Secara umum tasawuf sering dipahami sebagai akhlak untuk mendekati Tuhan, artinya, apabila seseorang berkeinginan mendekati Tuhan, maka serangkaian akhlak yang harus dikerjakan itu dinamakan tasawuf. 

Seperti ilmu tauhid dan fiqih, istilah tasawuf  tidak dikenal pada zaman Rasulullah Saw, tetapi pada masa itu dikenal istilah-istilah amalan seperti zuhud, wara’, muraqabah, dan beberapa kata kunci lain dalam ilmu tasawuf.

Istilah tasawuf muncul setelah generasi ketiga (setelah generasi sahabat  Nabi, Tabi'in, dan Itabi'in), pada Abad ke 11 (5 H).  Setelah generasi ketiga itulah muncul para sufi yang mengembangkan ilmu tasawuf.  Abu Hasan al-Fusyandi mengatakan, "Dahulu di zaman Rasulullah tasawuf tidak ada namanya, tetapi ada buktinya"

Dalam ilmu tasawuf  terdapat 3 tingkatan perjalanan spiritual, yaitu SYARI’AT (hukum/aturan), HAKIKAT (kebenaran esensial), dan MAKRIFAT (mengenal Allah senyatanya). Tingkatan ini searah dengan tiga tingkatan keimanan dalam pengetahuan agama Islam secara umum, yaitu ISLAM, IMAN dan IHSAN.

Sedangkan istilah TAREKAT (tariqah) adalah jalan atau cara yang ditempuh untuk mencapai Makrifat yaitu kedekatan secara batiniah kepada Allah, yang juga dikenal dengan istilah Wahdatul Wujud.  Istilah tarekat juga menjadi nama lain dari aliran tasawuf. 

Berbagai amalan tarekat  yang dilakukan oleh seorang Salik (murid) atas panduan seorang mursyid (guru spiritual) adalah berupa dzikir, wirid (riyadhah), puasa dan prilaku spiritual lainnya (seperti tidak bicara kalau tidak bermanfaat).

Dalam praktek tariqah, meski telah beranjak dari satu tingkatan (misal syari’ah) menuju pada tingkat berikutnya (haqiqah) bukan berarti boleh meninggalkan/mengabaikan amalan terdahulu, tetapi tetap harus menjalankan kewajiban-kewajiban pada tingkatan sebelumnya.

Prinsip maqam dalam Tariqah :
a. Zikrullah, artinya mengingat Allah dengan cara menyebut nama-nama Allah (asma’ al-husna).
b. Muraqabah: kesadaran bahwa seseorang tidak lepas dari pengawasan Allah,
c. Zuhud: membebaskan diri dari pengaruh dan godaan keduniawian.

Itulah sekilas pengetahuan tentang Tasawuf, semoga bisa menjadi penjelas bagi yang belum paham dengan ilmu tasawuf.  Wallahu a’lam bish shawab.

&&&&&


JANGAN MEMFITNAH TASAWUF


Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama besar yang dikenal sebagai ulama tasawuf sekaligus juga sebagai ulama usul fiqih. Karya terbesarnya bidang fiqih adalah al-mustashfa. Sedangkan karya tasawufnya adalah Ihya’ U’lum al-Din.  

Meski tinggi ilmunya di bidang tasawuf, tetapi beliau tetap menjalankan syariat Islam sesuai usul fiqih.

Pemikiran beliau dalam Ihya’ U’lum al-Din   dianggap sebagai jembatan yang mendamaikan syari’at dengan tasawuf yang sempat mengalami clash pada zaman itu.


Beliau juga dikenal sebagai tokoh filsafat dengan karyanya Tahafut al-Falasifah yang mengkritik konsep berfikir para filosof saat itu. 

Read More

Wednesday, March 7, 2018

Satu Dari Tiga Doa Rasulullah Yang Ditolak Allah.



Amir bin Said dari bapaknya meriwayatkan: 
Satu hari Rasulullah SAW datang dari daerah berbukit. Setelah Rasulullah SAW sampai di masjid Bani Mu'awiyah, beliau masuk ke dalam masjid dan menunaikan shalat dua rakaat. Kami pun turut shalat bersama dengan Rasulullah SAW.
Kemudian Rasulullah SAW berdoa dengan agak panjang kepada Allah SWT.
Setelah selesai berdoa, Rasulullah SAW pun berpaling kepada kami lalu berkata: 
"Aku telah memohon kepada Allah SWT tiga hal. Dari tiga hal itu, hanya dua hal yang Dia kabulkan sementar yang satu lagi ditolak. Tiga hal itu adalah:
1. Aku memohon kepada Allah SWT agar Dia tidak membinasakan umatku dengan musim susah (paceklik) yang berkepanjangan. Permohonanku ini dikabulkan oleh Allah SWT.
2. Aku memohon kepada Allah SWT agar umatku ini jangan dibinasakan dengan bencana tenggelam (seperti banjir besar yang telah melanda umat Nabi Nuh a.s.). Permohonanku yang ini pun dikabulkan oleh-Nya.
3. Aku memohon kepada Allah SWT agar umatku terbebas dari pertikaian sesama mereka (peperangan, percekcokan antara sesama umat Islam). Tetapi permohonanku yang ini tidak dikabulkan (telah ditolak) oleh-Nya."
Riwayat hadis di atas hingga kini masih menjadi bahan perdebatan di antara ahli hadis tentang kesahihannya. Beberapa ulama menyatakan hadis ini sahih, namun tak sedikit yang meragukan keasliannya dari Nabi SAW.
Namun, jika hal ini benar-benar pernah terjadi pada masa Rasulullah, tentunya kita butuh pemahaman yang pas tentang makna hadis ini.
Ditolaknya permohonan Nabi tidak harus dimaknai bahwa umat ini memang telah ditakdirkan harus berperang. Karena kalau seprti itu, maka hanya akan menjadi pembenar terhadap perilaku brutal sebagian umat yang sebenaranya hanya pemenuhan ego dan fanatisme golongan dan pemahaman belaka.
Kasus dalam hadis ini mungkin hampir mirip dengan kisah diijinkannya iblis untuk menggoda anak keturunan Adam a.s. hingga akhir masa. Hal ini tentu tidak bisa dimaknai bahwa anak keturunan Adam memang sudah ditakdirkan tergoda oleh tipu daya Iblis.
Kedua kasus di atas merupakan ujian bagi umat untuk belajar bagaimana mengendalikan ego dan nafsu-nafsu rendah. linabluwakum ayyukum ahsanu amala: Untuk menguji siapa di antara manusia yang melakukan kebajikan.
Wa Allah A'lam bi Ash-Shawab.taq/berbagai sumber




Read More

Thursday, March 1, 2018

Beda Ayam Geprek dan Penyet

Gurih, renyah dan pedas. Itu yang membuat ayam geprek belakangan ini menjadi salah satu kuliner yang nge-hits di Jakarta dan beberapa kota besar lain di Indonesia, seperti Bandung dan Yogyakarta.
Namun, sampai sekarang masih banyak orang yang tidak bisa membedakan antara ayam geprek dan ayam penyet yang merupakan kuliner khas Jawa Timur. Keduanya memang sama-sama ayam goreng dan penyajiannya dilakukan dengan memukul-mukul dagingnya di atas cobek menggunakan ulekan sambal.
Menurut informasi yang dihimpun VIVA.co.id dari berbagai sumber, ada satu perbedaan mendasar antara ayam geprek dan ayam penyet. Ayam yang digunakan untuk membuat ayam geprek merupakan ayam goreng tepung, bukan ayam goreng tradisional Indonesia yang diungkep terlebih dahulu sebelum digoreng.
Perbedaan lain yang cukup mencolok adalah sambal yang digunakan. Jika ayam penyet biasa disajikan dengan sambal terasi, baik itu mentah maupun matang, teman makan ayam geprek adalah sambal bawang.
Umumnya, sambal bawang terbuat dari cabai rawit, bawang putih, garam dan minyak goreng. Awalnya cabai rawit, bawang putih dan garam diulek kasar, lalu disiram dengan minyak panas.
Bisa dibilang ayam geprek merupakan inovasi ayam penyet yang lebih modern. Hidangan ini kian digemari anak muda karena ayam yang digunakan merupakan ayam goreng tepung dengan bagian kulit yang lebih renyah dan lezat.
Jika Anda penggemar kuliner pedas atau hanya gemar kuliner, simak pula tujuh ayam geprek paling hits di Jakarta di tautan ini.
https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kuliner/950890-jangan-salah-ayam-geprek-dan-penyet-itu-beda

Read More

Dimanakah Letak Keadilan Tuhan ?

Kalo ada dua bayi yg baru lahir, bayi yg pertama lahir dari ulama yang punya pesantren besar, yg di berkahi Allah, yg bepeluang banyak utk mencari bahkan memilih pahala. Sedangkan bayi kedua  lahir dari seorang gembel yg hidup di kolom jembatan dan dikelilingi kemaksiatan dan penderitaan.
Bayi yg pertama dididik secara agamis dan dalam lingkungan yg penuh kebarokahan,sehingga dia menjadi pemuda yang sholeh bergelimang pahala.  Lalu bagi bayi yg kedua, tentu dia terdidik dengan kehidupan yang jauh dari nilai agama dan di kelilingi kebatilan,sehingga dia menjadi seorang yang hidup bergelimang dosa dan penderitaan hidup.
Bagaimana bayi yang ke dua bisa merasakan dan memahami Maha Adilnya Allah, jika takdir yg menentukan bayi harus lahir dr rahim siapa?
Coba bayangkan jika saudara lahir menjadi bayi yg kedua, dan saudara melihat kehidupan bayi yg pertama dari lahir sampai besar dan menjadi sholeh.bandingkan dgn apa bayi kedua alami.
##bukan untuk tidak percaya pada Maha Adilnya Allah, tetapi untuk kita berfikir lebih dalam lagi##
🙏🙏🙏

Santri Ndholetak
https://www.facebook.com/gbaidhowi?hc_ref=ARRVFtvXwHqNJSHj1Jw9-8L5P-4vwEyq5TlUprPK5a4w6pc17konjfdr2iJk-OHLNzo&fref=nf

🙏
Read More

Para Presiden Yang Dihempas Reformasi Arab


Gerakan musim semi Arab menelan korban sejumlah presiden di negara Arab. Ada yang tewas dibunuh, kabur ke luar negeri, atau terus dirongrong masalah. Inilah 5 presiden negara Arab korban reformasi.

Zine El-Abidine Ben Ali, Tunisia
Arab Spring atau gelombang reformasi dunia Arab bermula dari Tunisia. Presiden Ben Ali yang berkuasan selama 23 tahun tumbang, ia dan keluarganya kabur ke Arab Saudi, negara yang melindunginya, dengan menggondol harta kekayaan negara yang mereka jarah sejumlah ratusan juta US Dollar.

Hosny Mubarak, Mesir
Musim semi Arab merambat ke Mesir. Ratusan ribu warga menggelar aksi protes di lapangan Tahrir di Kairo. Mubarak yang berkuasa lebih 3 dekade tumbang, bahkan harus tampil di pengadilan di dalam kerangkeng. Jenderal Abdel Fattah al Sisi, yang kemudian mengambil alih kekuasaan membebaskan Mubarak. Tapi ia tidak boleh bepergian keluar negeri.

Muammar al Gaddafi, Libya
Penguasa Libya yang menjuluki dirinya sebagai “Raja Arab” ini tidak semujur rekannya. Kolonel Al Gaddafi yang berkuasa 40 tahun terpaksa kabur dari istananya di Tripoli, dan terbunuh di kota kelahirannya Sirte. Jasadnya bahkan dipertontonkan kepada umum di sebuah gudang pembekuan daging hewan di kota Misrata.

Ali Abdullah Saleh, Yaman
Berkuasa lebih 40 tahun di Sanaa, dengan gaya kepemimpinan yang ia sebut “menari di atas kepala ular berbisa”, Saleh tumbang dihempas musim semi Arab pada 2011. Ia kemudian bergabung dengan pemberontak Syiah Huthi pada 2014. Beberapa hari lalu, Saleh umumkan pindah kubu, membela aliansi Arab Saudi. Ia dikabarkan dibunuh kaum Huthi yang merasa dikhianati.

Bashar Al Assad, Suriah
Al Assad masih bertahan sebagai presiden di Damaskus. Namun kekuasaannya sejak 2011 terus dirongrong kelompok yang namakan diri oposisi, yang sejatinya grup radikal seperti Front al Nusra, Al Qaida dan ISIS. Didukung Rusia, ia bisa bertahan, walau lebih separuh negaranya hancur akibat perang dengan sejumlah kelompok pemberontak yang didukung Arab Saudi dan AS. Ed.: as/ml (dari berbagai sumber)

http://www.dw.com/id/para-presiden-yang-dihempas-reformasi-arab/g-41654332

Read More

Sejumlah Kesalahpahaman Tentang Bangsa Arab


Bangsa Arab mengikuti sistem politik-pemerintahan Islam? Ini salah satu kesalahpahaman yang meluas, termasuk di Indonesia. Apa lagi bentuk kesalahpahaman lainnya mengenai bangsa Arab? Ikuti opini Sumanto al Qurtuby.
Saya perhatikan ada banyak masyarakat di Indonesia, baik Muslim maupun non-Muslim, yang tidak paham, salah paham atau gagal paham terhadap "Bangsa Arab” yang konon merupakan kelompok "ethnolinguistik” terbesar kedua di dunia setelah Bangsa Tionghoa. Akibatnya, banyak sekali persepsi-persepsi atas "Bangsa Arab” yang tidak akurat sehingga pada gilirannya menimbulkan penilaian yang kurang valid dan sikap atau tindakan yang berlebihan terhadap mereka.
Kesalahpahaman pertama, adalah menganggap Bangsa Arab itu sebagai "Bangsa Muslim”. Meskipun mayoritas Bangsa Arab adalah Muslim tetapi faktanya banyak sekali yang bukan Muslim, dalam pengertian tidak memeluk Islam sebagai "agama resmi” mereka. Arab Kristen adalah kelompok non-Muslim Arab yang paling dominan. Pada umumnya mereka mengikuti tradisi Gereja-Gereja Timur (Eastern Churches) seperti Gereja Ortodoks Yunani atau Gereja Katolik Yunani. Mekipun banyak juga dari mereka yang mengikuti gereja-gereja Protestan. Selain itu, Bangsa Arab juga ada yang menjadi pengikut Gereja Maronite (terbesar di Libanon), Gereja Koptik (berpusat di Mesir), dan Gereja Ortodoks Suriah (di Suriah).
Ada juga komunitas Arab yang mengikuti memeluk Judaisme (Yahudi), Druze dan Baha'i. Bahkan dalam perkembangan terakhir, banyak masyarakat Arab yang mengikuti ateisme dan agnotisisme (simak studi Ralph M Coury dalam buku Sceptics of Islam: Revisionist Religion, Agnoticism, and Disbelief in the Modern Arab World).
Kesalahpahaman kedua, Bangsa Arab jauh dari kesan tunggal dan monolitik.
Sebagai Muslim pun, Bangsa Arab jauh dari kesan tunggal dan monolitik. Selain Arab Sunni yang merupakan populasi dominan, Arab Syiah juga banyak sekali (di Irak, Saudi, Libanon, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, dlsb.), kemudian disusul Arab Ibadi yang berpusat di Oman, negara tetangga Saudi. Karena sebagai sesama Bangsa Arab, baik Muslim maupun non-Muslim Arab telah berbagi bahasa, tradisi dan budaya yang sama, meskipun tentu saja ada banyak varian dan keunikan lokal di antara Bangsa Arab itu sendiri, baik karena faktor kesejarahan dan "geo-kultural” yang berlainan maupun akibat persinggungan dengan berbagai tradisi, budaya dan masyarakat non-Arab.
Kesalahpahaman ketiga,   Bangsa Arab itu sama dengan Arab Saudi. Dengan kata lain, Arab Saudi dijadikan sebagai baromater atau tolok ukur untuk menilai Bangsa Arab secara umum. Tentu saja persepsi ini sama sekali tidak akurat karena bangsa Arab bukan hanya di Saudi saja tetapi juga tersebar di berbagai negara. Menurut catatan Charter of the Arab League, ada sekitar 22 "Negara Arab” di Timur Tengah yang menggunakan Bahasa Arab sebagai "bahasa resmi/nasional”.
Selain Arab Saudi, negara-negara Arab lain adalah Aljazair, Bahrain, Comoros, Djibouti, Mesir, Irak, Yordania, Kuwait, Libanon, Libya, Mauritania, Maroko, Oman, Palestina, Qatar, Somalia, Sudan, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab dan Yaman. Dari segi populasi, yang terbesar adalah Mesir kemudian disusul berturut-turut: Sudan, Aljazair, Maroko, dan Irak. Saudi dan Yaman memiliki jumlah penduduk yang kurang lebih sama. Penting juga untuk dicatat tentang "Arab Diaspora” yang tersebar di berbagai negara di dunia ini: dari Eropa dan Amerika Utara sampai Asia Tengah dan Asia Tenggara. Jadi, melihat dunia Arab dari "jendela Saudi” tentu saja tidak valid dan tidak pas. 
Kesalahpahaman keempat, memandang Arab sebagai bangsa monolitik atau homogen yang mempraktekkan tradisi dan budaya yang seragam sebuah kesalahan fatal. Sebagaimana suku-bangsa lain di dunia ini, Bangsa Arab juga bangsa heterogen dalam segala aspek kehidupan bahkan bukan hanya soal adat-istiadat, tradisi dan budaya mereka saja tetapi sampai pada masalah teologi-keagamaan, pandangan kepolitikan, sistem pemerintahan, sistem perekonomian, dlsb. 
Kesalahpahaman Kelima, Semua laki-laki Arab itu bergamis
Oleh karena itu, menganggap semua laki-laki Arab itu bergamis atau berbusana jubah misalnya jelas keliru karena faktanya budaya pakaian casual ala Barat sudah berkembang luas di kawasan Arab. Jubah pun memiliki desain dan corak yang warna-warni. Pula, menganggap semua orang Arab itu berjenggot juga keliru besar karena faktanya banyak sekali yang kelimis. Begitu pula, keliru besar jika memandang perempuan Arab itu selalu mengenakan cadar (seperti niqab, burqa, khimar, dlsb). Karena faktanya, banyak sekali kaum perempuan Arab yang tidak bercadar. Di antara "negara-negara Arab”, hanya Saudi saja yang cukup ketat dalam hal  tata-busana termasuk pemakaian cadar karena negara-kerajaan ini dipengaruhi oleh Mazhab Hanbali yang terkenal tekstualis-konservatif. Meski begitu, di Saudi pun, khususnya di kota-kota besar, karena faktor perkembangan zaman yang begitu pesat, kita akan dengan mudah menjumpai kaum perempuan yang tidak mengenakan cadar.
Kesalahpahaman keenam, memandang Bangsa Arab mengikuti sistem politik-pemerintahan Islam. Padahal, negara-negara Arab mengikuti sistem politik-pemerintahan yang beraneka ragam. Ada yang mengikuti sistem monarkhi seperti Saudi, Bahrain, Kuwait, Yordania, Maroko, Oman, dlsb. Sebagai negara-kerajaan pun mereka berlainan: ada yang mengikuti sistem kesultanan (seperti Oman), monarkhi konstitusional (seperti Kuwait), keamiran (Qatar), kerajaan federal (seperti Uni Emirat Arab), dan seterusnya. Selain itu, negara-negara Arab juga banyak yang mengikuti sistem Republik seperti Mesir, Yaman, Sudan, Libanon, Aljazair, Suriah, Irak, dlsb. Menariknya, negara-negara Arab menolak sistem politik-pemerintahan model khilafah yang oleh sebagaian umat Islam di Indonesia justru didengung-dengungkan.
Kesalahpahaman ketujuh, negara-negara Arab itu kaya-raya karena sumber minyak. Padahal banyak sekali yang miskin. Negara-negara Arab yang cukup makmur dan kaya itu hanya kawasan Arab Teluk saja seperti Saudi, Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Oman. Selebihnya, negara-negara Arab itu (seperti saya sebutkan di atas) sangat miskin bahkan jauh lebih miskin dari Indonesia. 
Kesalahpahaman kedelapan, Arab itu identik dengan suku Baduin yang memiliki pola hidup berpindah-pindah dari satu padang pasir ke padang pasir berikutnya (dalam antropologi disebut nomad atau pastoralis. Padahal, banyak masyarakat Arab kontemporer yang meninggalkan pola-hidup nomadik dan menetap di kota-kota.
Kesalahpahaman kesembilan, Bangsa Arab itu bangsa kolot dan konservatif yang mengikuti gaya hidup yang kuno-ketat-normatif. Persepsi ini jelas keliru besar. Banyak masyarakat Arab yang bergaya hidup dan berpola pikir maju, modern, dan visioner.

Itulah beberapa pandangan yang keliru terhadap Bangsa Arab.  Arab adalah sebuah "entitas etholinguistik”, bukan "entitas keagamaan”. Sebagai sebuah entitas entholinguistik, Bangsa Arab, sebagaimana bangsa-bangsa lain di jagat raya ini, juga sangat plural dan kompleks: dari aspek keagamaan dan kebudayaan sampai sistem perekonomian dan politik-pemerintahan. Tidak ada sangkut-pautnya antara "Arab” dan "Islam” misalnya. Sayang, masalah pluralitas dan kompleksitas Bangsa Arab ini kurang ditangkap dan dipahami dengan baik oleh masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, sehingga terjadi distorsi informasi dan aksi disana-sini.
Melihat keragaman dan kerumitan Bangsa Arab ini, maka dengan demikian jelaslah bahwa jika ada sekelompok umat Islam di Indonesia yang seolah-olah meniru gaya "orang Arab” dalam berpenampilan (dengan berjubah, berjenggot atau bercadar, misalnya), sebenarnya yang mereka tiru adalah "Arab imajiner” atau "Bangsa Arab” seperti dalam "alam imajinasi” sekelompok Islam itu, bukan Bangsa Arab di alam nyata. Semoga bermanfaat. 
Penulis:
Sumanto Al Qurtuby (ap/as)
Dosen Antropologi Budaya dan Direktur Scientific Research in Social Sciences, King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi, serta Senior Scholar di National University of Singapore. Ia memperoleh gelar doktor dari Boston University dan pernah mendapat visiting fellowship dari University of Oxford, University of Notre Dame, dan Kyoto University. Ia telah menulis ratusan artikel ilmiah dan puluhan buku, antara lain Religious Violence and Conciliation in Indonesia (London & New York: Routledge, 2016)
http://www.dw.com/id/sejumlah-kesalahpahaman-tentang-bangsa-arab/a-40966480

Read More