Monday, September 11, 2017

Alokasi Kas Masjid; Untuk Apa Saja?

Assalamu `alaikum warhmatullahi wabarakatuh,

Kotak amal yang sering kita temukan di dalam masjd adalah salah satu sumber keuangan masjid. Seringkali bahkan menjadi satu-satunya sumber keuangan masjid. Sehingga hidup matinya operasional suatu masjid, seringkali sangat bergantung dari isi kotak amal itu.

Umumnya para pengurus masjid menjadikan kotak amal itu sebagai sumber pembiayaan masjid. Walau pun terkadang ada juga kotak-kotak amal yang ditujukan demi pembiayaan masalah tertentu, misalnya untuk sumbangan anak yatim, beasiswa, atau proyek kebaikan khusus lainnya.

Kalau kita bicara tentang pembiayaan operasional masjid, memang cakupannya bisa menjadi sangat luas. Pendeknya, hal apa pun yang terkait dengan kepentingan operasional masjid, mulai dari membangun infra sturktur, belanja alat atau sarana kebutuhan masjid, biaya pemeliharaan (maintenance), membayar tagihan rekening listrik, biaya kebersihan, sampai memberi honor buat para petugas, seluruhnya merupakan kebutuhan operasional masjid.

Biaya Pengembangan Ilmu Keislaman

Masjid-masjid tertentu yang sudah lebih maju juga punya anggaran khsusu untuk kegiatan taklim yang lebih bersifat keilmuan, baik untuk honor pengajar, penggandaan materi pengajian sampai biaya untuk pendokumentasian dalam bantuk rekaman audio dan video.

Beberapa masjid malah saya tahu persis selalu mempublish aktifitasnya via internet, baik berupa teks mapun dalam bentuk streaming radio. Sehingga semua pengajian yang bermanfaat di masjid itu, bisa didengar secara live dari seluruh dunia lewat radio streaming.

Santunan Sosial

Yang sudah sering kita temukan adalah sebuah masjid mengumpulkan uang infak jamaah yang diperuntukkan buat memberi santunan kepada fakir miskin, anak yatim, janda, orang tua yang sudah tidak mampu bekerja, termasuk para gelandangan, pengemis dan lainnya.

Panitia Zakat

Dan juga sudah sangat umum pengurus masjid membentuk kepanitiaan zakat fitrah menjelang bulan Ramadhan. Sebuah team yang ada hanya pada saat-saat tertentu saja, lalu menangkat derajat mereka sebagai amil zakat yang merasa berhak mendapat bagian dari harta zakat.

Kegiatan Insidental

Pengurus masjid terkadang membuat program seremonial yang sifatnya acara-acara formal, seperti perayaan hari-hari besar agama, mulai dari maulid Nabi SAW, Isra` Mikraj, Nuzulul Quran, Halal bi Halal dan sebagainya.

Dan biasanya acara yang bersifat insidental ini membutuhkan biaya yang lumayan besar. Mengingat acara seperti ini biasanya memang tidak pernah luput dari makan-makan. Ini kebiasaan khas bangsa Indonesia yang rasanya sampai sekarang masih saja dipertahankan.

Padahal nilai nominalnya bisa jadi sangat fantastis. Coba kita hitung-hitung kasar saja. Kalau hadirin yang datang diperkirakan ada 500 orang, dan nasi kotak dianggarkan 20 ribu perak, sudah tergambar biaya 10 juta.

Kalau anggaran sekali maulidan ini menggunakan uang dari kotak amal yang isinya duit pecahan seribuan, boleh jadi uang yang dikumpulkan selama setahun penuh itu akan habis dalam masa satu hari saja. Waw, luar biasa fantastis memang.

Padahal dalam setahun akan ada sekian banyak perayaan, kalau semuanya pakai acara makan-makan, tentu uang yang dikumpulkan oleh jamaah bertahun-tahun hanya akan habis buat makan-makan.

Hukum

Namun lepas dari semua hal di atas, sebenarnya memang tidak ada aturan dan ketentuan yang baku mengenai pengeluaran uang kas masjid dari sisi syariah dan hukum fiqih.

Uang kas masjid semata-mata sepenuhnya diserahkan kepada profesionalitas pengurus masjid itu sendiri. Tidak seperti harta zakat yang dalam pengumpulan dan pendistribusiannya, sangat diatur dengan ketat langsung dari Al-Quran Al-Kariem dan Sunnah Nabawiyah.

Satu-satunya aturan yang bisa dijadikan sebagai acuan adalah laporan yang bersifat transparan dari pengurus masjid, khususnya bendahara, kepada jamaah masjid yang rajin memasukkan uang recehnya ke kotak amal di masjid.

Nah, biasanya, pengurus masjid rada tahu diri, untuk tidak menggunakan uang di kotak amal buat biaya penyelenggaraan perayaan yang pakai makan-makan itu. Mereka seringkali membuat proposal bantuan dana perayaan secara khusus, yang disodorkan lewat pribadi-peribadi yang menjadi jamaah masjid.

Kesimpulannnya, karena tidak ada aturan baku, maka cara pengelolaan uang kas masjid menjadi tanggung-jawab bersama para jamaah dan pengurus. Semua itu bisa dievaluasi dalam rapat-rapat para pengurus. Kalau ada keberatan bisa disampaikan dengan mengemukakan argumentasi yang lebih ilmiyah.

Semua tentu harus mengacu kepada asas efisiensi, penghematan, menjauhkan diri dari sikap israf dan tabzir, serta asas profesionalitas.

Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabaraktuh,

Ahmad Sarwat, Lc