Friday, August 11, 2017

Doa Untuk Non Muslim

Umat islam meyakini bahwa hanya islam agama yang benar, yang bisa mengantarkan manusia menuju surga. Dan saya kira, ini bukan hanya doktrin islam, tapi doktrin seluruh agama. Tak terkecuali umat nasrani. Semua meyakini bahwa agama merekalah satu-satunya yang benar, yang akan mengantarkan menuju surga, dan selain mereka akan masuk ke neraka.
Karena itulah, umat islam diajarkan bahwa tidak semua doa boleh diberikan kepada orang non muslim. Bukan karena kita pelit dalam memberi kebaikan, namun karena non muslim adalah orang yang durhaka kepada Tuhan, sehingga mereka tidak berhak mendapatkan kasih sayang Tuhan, jika mereka mati di atas agama selain islam.
Dalam islam, ada doa yang boleh diberikan kepada non muslim dan ada yang tidak boleh diberikan kepada mereka.
Diantara doa yang boleh diberikan kepada orang non muslim, bisa anda pelajari di,
Sementara mendoakan agar dosa non muslim diampuni, setelah mereka mati dalam keadaan kafir, hukumnya dilarang. Dalam al-Quran, Allah berfirman,
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) Jahim. (QS. at-Taubah: 113)
Para ulama kami juga sepakat bahwa doa semacam ini dilarang.
Imam Nawawi -rohimahulloh- menjelaskan,
وأما الصلاة على الكافر والدعاء له بالمغفرة فحرام بنص القرآن والإجماع
Menyolati orang kafir, dan mendoakan agar diampuni dosanya, hukumnya haram, berdasarkan dail al-Qur’an dan sepakat ulama. (al-Majmu’ 5/120).
Tidak Boleh Memulai Salam
Kami juga diajarkan agar merasa percaya diri dan lebih mulia dari pada penganut agama lain. Karena hanya umat islam yang patuh kepada Tuhan, sementara umat lain membangkang kepada Sang Pencipta. Sehingga mereka tidak selayaknya dihormati, sampaipun dalam bentuk  memulai memberikan salam kepada mereka.
Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan,
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
Janganlah kalian memulai memberi salam kepada orang yahudi dan nasrani. (HR. Muslim 5789).
Umat islam tidak diajarkan menghina orang non muslim, namun kita diajarkan untuk tidak memuliakan mereka, karena pertimbangan agama dan keyakinan.
Kita juga diajarkan, ketika ada orang yahudi atau nasrani yang memberi salam, agar kita cukup menjawab: ‘Wa alaikum’ yang artinya, “semoga juga untukmu.
Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan,
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ
Apabila ahli kitab memberi salam kepada kalian, jawablah, “Wa alaikum” (dan juga untukmu). (HR. Bukhari 6259 dan Muslim 5780)
Bagaimana jika tidak tahu?
Karena tidak tahu, maka itu diluar di luar tanggung jawab. Karena itu, tidak istilah dosa bagi muslim yang menjawab salam nasrani. Kejadian semacam ini pernah dialami sahabat Uqbah bin Amir Radhiyallahu ‘anhu.
Diceritakan bahwa dia pernah berpapasan dengan seseorang yang gayanya seperti muslim, lalu orang tersebut memberi salam kepadanya, maka beliaupun menjawabnya dengan ucapan: “Wa’alaika wa rohmatulloh wabarokatuh”… Maka pelayannya mengatakan padanya, Dia itu nasrani!… Lalu Uqbah pun beranjak dan mengikutinya hingga dia berhasil menyusulnya. Kemuduian beliau mengatakan,
إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ وَبَرَكَاتَهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ، لَكِنْ أَطَالَ اللَّهُ حَيَاتَكَ، وَأَكْثَرَ مالك، وولدك
“Sesungguhnya rahmat dan berkah Allah itu untuk Kaum Mukminin, akan tetapi semoga Allah memanjangkan umurmu, dan memperbanyak harta dan anakmu” (HR. Bukhori dalam kitabnya Adabul Mufrod 1/430, dan dihasankan oleh Syeikh Albani)
Apa yang beliau sampaikan ini sebagai nasehat bagi orang nasrani, bahwa muslim tidak diperkenankan untuk menjawab salam dari orang nasrani dengan jawaban lengkap. Namun boleh mendoakan kebaikan untuk mereka.
Sementara apa yang sudah terjadi karena tidak tahu, tidak menjadi tanggung jawab muslim.
Apakah orang nasrani juga turut berdosa?
Sebenarnya yang lebih penting bukan ini. Yang lebih penting, bagaimana dia bersedia masuk islam, karena itu agama paling sempurna.
Semoga Allah memberi hidayah kita semua.


&&&&


Salam Kepada Orang Kafir
Salah satu masalah yang menjadi perdebatan dikalangan ulama’ akhir-akhir ini yaitu tentang hukum mengucapkan salam kepada orang non muslim.Yang dimaksud dengan non muslim adalah orang yang bukan beragama islam termasuk yahudi, nasrani, kristen, katholik, hindu, budha, konghucu dan lain-lain.
1.    Memulai Salam pada Orang Kafir
Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum memulai ucapan salam pada orang kafir dan hukum membalas salam mereka. Dalil ulama’ yang membolehkan mengucapkann salam kepada non muslim adalah :
·         Dalam kitab hawy imam mawardi menceritakan bahwa memberi salam kepada non muslim ada dua macam:yang pertama tidak boleh, kedua: boleh memberi salam kepada non muslim, akan tetapi dengan mengucapkan as-salamu a’laika. Jangan mengucapkan as-salamualaikum. Pendapat ini lemah dan langka.
·         Diceritakan dari Abi Umamah al-Bahali, sesungguhnya dia tidak pernah berjalan bertemu orang yahudi kecuali dengan memberi salam kepada mereka. Abu Umamah Berkata: Rasullulah memerintah kepada kita supaya menebar salam kepada setiap orang islam dan orang kafir mu’ahad (Orang kafir yang berjanji kepada pemerintah akan tunduk dan patuh pada undang-undang negara).
Sedangkan dalil ulama’ yang tidak memperbolehkan adalah :
·         ‘’Tidak diperbolehkan memberi salam terhadap orang-orang kafir, menurut pendapat (madzab) yang sahih yang disepakati mayoritas ulama’. (Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzzab,Juz 4,Hal.507)
·         ‘’Diceritakan dari sahal bin Abi shaleh, dari ayahnya, dari abu hurairah ra. Bahwa nabi bersabda: Janganlah engkau memberi salam kepada orang yahudi dan orang nasrani, dan ketika kamu bertemu dijalan, maka bersegeraah ke jalan yang lebih sempit. (Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab,juz 4 Hal 508)
Akan tetapi, kebanyakan ulama terdahulu dan belakangan mengharamkan memulai ucapan salam. Hal ini berdalilkan dua hadits berikut ini :
a.       Matan Hadits 1
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي الدَّرَاوَرْدِيَّ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِي طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ.
Artinya : Mentahditskan Qutaibah bin sa’id kepada kami, telah mentahditskan kepada kami Abdul ‘Aziz Ad darawardi dari Suhail dari bapaknya  dari Abu Hurairah bahwa sanya Rasulullah saw bersabda “Janganlah kalian memulai mengucapkan salam terlebih dulu terhadap orang Yahudi dan Nasrani, kalau kalian berjumpa dengan mereka di jalan,  maka persempitlah jalanya”.
b. Matan Hadits II
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنِي إِسْمَعِيلُ بْنُ سَالِمٍ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ عَنْ جَدِّهِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ.
Artinya : Mentahditskan Yahya bin Yahya, mengkhabarkan kepada kami Husyaim dari Ubaidillah bin Abu Bakar ia berkata aku mendengar Anas berkata, bersabda Rasulullah saw, Haun (tahwilu sanadain), mentahditskan Ismail bin Salim kepada ku, Mentahditskan Husyaim kepada kami, mengkhabarkan kepada kami Ubaidillah bin Abu Bakar dari kakeknya Anas bin Malik bahwasanya Rasulallah saw bersabda “Apabila ahli kitab mengucapkan salam kepada kalian maka jawablah dengan kalimat wa’alaikum saja”.
Dua hadits diatas merupakan dua hadits yang shahih yang telah memenuhi dari pada para perawi-perawinya  keadalahannya, ketsiqohannya, serta bagus hafalannya, sehingga syarat-syarat hadits shahih terhimpun disini. Kedua hadits ini juga muttasil fissanad.
Imam Nawawi berkata, “Larangan yang disebutkan dalam hadits di atas menunjukkan keharaman, Inilah yang benar bahwa memulai mengucapkan salam pada orang kafir dinilai haram.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 145).
Adapun memulai mengucapkan “selamat pagi” pada orang kafir, tidaklah masalah. Namun lebih baik tetap tidak mengucapkannya kecuali jika ada maslahat atau ingin menghindarkan diri dari mudhorot.
2.        Membalas Salam Orang Kafir
Mayoritas ulama (baca: jumhur) berpendapat bahwa jika orang kafir memberi salam, maka jawablah dengan ucapan “wa ‘alaikum”. Dalilnya adalah hadits muttafaqun ‘alaih dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ
Jika seorang ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) memberi salam pada kalian, maka balaslah dengan ucapan ‘wa’alaikum’.” (HR. Bukhari no. 6258 dan Muslim no. 2163)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Anas bin Malik berkata,
مَرَّ يَهُودِىٌّ بِرَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ السَّامُ عَلَيْكَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « وَعَلَيْكَ » . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَتَدْرُونَ مَا يَقُولُ قَالَ السَّامُ عَلَيْكَ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نَقْتُلُهُ قَالَ « لاَ ، إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ »
Ada seorang Yahudi melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengucapkan ‘as saamu ‘alaik’ (celaka engkau).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas membalas ‘wa ‘alaik’ (engkau yang celaka). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Apakah kalian mengetahui bahwa Yahudi tadi mengucapkan ‘assaamu ‘alaik’ (celaka engkau)?” Para sahabat lantas berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika kami membunuhnya saja?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan. Jika mereka mengucapkan salam pada kalian, maka ucapkanlah ‘wa ‘alaikum’.” (HR. Bukhari no. 6926)
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hadits di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan menjawab salam orang muslim dan orang kafir. Ibnu Battol berkata, “Sebagian ulama berpendapat bahwa membalas salam orang kafir adalah wajib berdasarkan keumuman ayat (yaitu surat An Nisa ayat 86, pen). Telah shahih dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Jika ada yang mengucapkan salam padamu, maka balaslah ucapannya walau ia seorang Majusi.” Demikian pendapat Asy Sya’bi dan Qotadah. Namun Imam Malik dan jumhur (mayoritas ulama) melarang demikian. Atho’ berkata, “Ayat (yaitu surat An Nisa’ ayat 86) hanya khusus bagi kaum muslimin. Jadi tidak boleh menjawab salam orang kafir secara mutlak. Hadits di atas cukup menjadi alasan.” (Fathul Bari, 11: 42)
Surat An Nisa ayat 86 yang dimaksud adalah,
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An Nisa’: 86). Inilah dalil yang jadi alasan sebagian ulama (seperti Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah) bahwa jika orang kafirmemberi salam ‘as salaamu ‘alaikum’, maka hendaklah dibalas dengan yang semisal, yaitu ‘wa ‘alaikumus salam’.
 Jadi perkataan " Assalamualaikum " dan  "Assaamu `alaikum" ATAU " Sam ‘alaikum "  mempunyai arti yang sangat jauh berbeda. Namun pelafalannya di mulut sedikit tersamarkan. Oleh karena itu nabi menganjurkan jika ada non muslim mengucapkan salam maka kita wajib menjawab " Wa ‘alaikum " (Juga bagimu).
Keterangan Orang kafir yang dimaksud di sini adalah setiap non muslim, baik Yahudi, Nashrani, Majusi, Hindu, Budha dan lainnya.
3. Ketika Bertemu Orang Kafir di Jalan
Adapun maksud hadits,
فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِى طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ
Jika kalian berjumpa salah seorang di antara mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke pinggirnya.”
Yang dimaksud adalah janganlah membuka jalan pada orang kafir dalam rangka memuliakan atau menghormati mereka. Sehingga bukanlah maknanya jika kalian bertemu orang kafir di jalan yang luas, maka paksalah mereka hingga ke lubang sehingga jalan mereka menjadi sempit. Pemahaman seperti ini berarti menyakiti non muslim tanpa ada sebab. Demikian keterangan Al Munawi dalam Faidul Qodir (6: 501) yang menyanggah tafsiran sebagian ulama yang keliru.
Kesimpulan  jawaban  ini dapat saya katakan, “Orang muslim tidak boleh memulai ucapan salam kepada nonmuslim. Sebab Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam melarang hal itu, disamping yang demikian itu dapat merendahkan martabat orang muslim -bila harus mengagungkan orang nonmuslim-. Orang muslim lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah swt. Maka tidak selayaknya dia merendahkan diri dalam hal ini. Tetapi apabila mereka (-Yahudi atau Nashara-) yang lebih dahulu mengucapkan salam kepada kita, maka kita boleh membalas dengan salam seperti yang mereka ucapkan. Kita juga tidak boleh lebih dulu memberi penghormatan kepada mereka, seperti ucapan ahlan wa sahlan wa marhaban (selamat datang), atau yang serupa dengan itu. Karena hal ini mengagungkan diri mereka seperti halnya salam.

Wallahu a’lam bisshowab..