Nabi Muhammad adalah seorang nabi atau rasul Allah penyebar agama Islam yang bukan hanya bagi bangsa Arab tetapi bagi seluruh umat manusia.
Muhammad lahir dari keluarga miskin, dalam keadaan yatim (ditinggal mati ayahnya saat berada dalam kandungan ibunya) di kota Mekah, Jazirah Arab dan di zaman Jahiliyah.
Pada saat itu masyarakat Jazirah Arab belum mengenal peradaban, tidak memiliki norma, dan terpecah-pecah dalam berbagai suku. Mereka pada umumnya bodoh, kasar, dan bengis, sehingga antar mereka sering terjadi saling bunuh, banyak perampokan, kemaksiatan, pemerkosaan dan berbagai bentuk kebobrokan moral lain. Itulah zaman jahiliyah.
Perjalanan hidup Nabi Muhammad, di Jazirah Arab ini, sejak lahir hingga menjadi nabi sangatlah berat dan penuh dengan berbagai tantangan dan kesulitan.
Kelahiran Muhammad terjadi pada tanggal 9 Rabiul Awal, tahun Gajah, atau bertepatan dengan tanggal 20 April 571 M, di Mekah. (Penamaan tahun Gajah berkaitan dengan peristiwa pasukan Gajah yang dipimpin oleh Abrahah, Gubernur Yaman yang ingin menghancurkan Ka’bah. Namun sebelum sampai ke kota Makkah, mereka diserang oleh pasukan burung yang membawa batu-batu kerikil panas (lihat QS Al-Fil: 1-5)).
Beliau lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin, ayahnya Abdullah, seorang kepala suku Quraisy dan ibunya adalah Aminah dari bani Zuhrah. Ketika Muhammad masih dalam kandungan ibunya, ayahnya (Abdullah) meninggal dunia dalam perjalanan dagang di Yatsrib, sehingga ketika ia lahir statusnya adalah anak yatim.
Dan ketika ia berusia 6 tahun, ibunya meninggal dunia akibat sakit dalam perjalanan pulang sekembalinya mengantar Muhammad ke pamakaman ayahnya. Maka jadilah dia sebagai anak yatim piatu (tidak punya ayah dan ibu).
Sepeninggal ibunya, ia diasuh oleh kakeknya, yaitu Abdul-muthalib. Kakeknya itu adalah orang yang sangat disegani dan dihormati dikalangan orang-orang Quraisy dan penduduk Mekkah secara keseluruhan. Namun malang bagi Muhammad, dua tahun kemudian kakeknya pun meninggal dunia, karena usianya yang sudah sangat renta.
Tanggung jawabnya pengasuhan selanjutnya beralih pada pamannya, yaitu Abu Thalib. Seperti halnya dengan Abdul-muthalib (sang kakek), Abu Thalib (sang paman) juga cukup disegani dikalangan orang-orang Quraisy. Tetapi secara ekonomi,Abu Thalib adalah orang miskin.
Dalam kemiskinan, di usia yang masih kanak-kanak, 8 tahun, Muhammad “kecil” hidup sebagai pengembala kambing bagi penduduk Mekkah untuk membantu ekonomi pamannya. Dan pada usia 12 tahun, Muhammad sudah ikut pamannya, Abu Thalib dalam kafilah dagang ke syria (Syam). Dari situ Muhammad kecil sudah mulai mengenal dunia perdagangan.
Pada usia 25 tahun, Muhammad bekerja pada seorang saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Ia dipercaya Khadijah untuk berangkat ke Syiria membawa barang dagangnya. Dalam perdagang ini, Muhammad memperoleh laba yang besar.
Karena kepribadian Muhammad yang sangat baik, bertanggung jawab, jujur, cerdas dan trampil, membuat Khadijah ingin menjadikannya sebagai suami. Kemudian Khadijah, yang saat itu telah berusia 40 tahun memberanikan diri mengajukan lamarannya kepada Muhammad, yang masih berusia 25 tahun. Lamaran itu diterima dan perkawinan pun segera dilangsungkan.
Selanjutnya Muhammad menjalani hidupnya bersama Khadijah di tengah-tengah kehidupan suku Quraisy Mekah yang sangat kompleks. Dan hari demi hari dilaluinya dengan penuh pengalaman yang sangat berharga.
Kejujuran, kelembutan, dan kehalusan budi Muhammad membuat orang-orang Quraisy Mekkah memberi sebutan kepadanya dengan gelar “Al-Amin”, yang artinya orang yang dipercaya.
Pada usia 30 tahunan, Muhammad mampu mendamaikan perselisihan krusial yang muncul di tengah-tengah suku Quraisy saat sedang melakukan renovasi Ka’bah. Mereka mempersoalkan siapa yang paling berhak menempatkan posisi “Hajar Aswad”, di Ka’bah.
Hajar Aswad adalah sebuah batu hitam yang diyakini berasal dari sorga yang jatuh ke bumi di zaman nabi Ibrahim. Sedangkan Ka’bah adalah sebuah bangunan berbentuk kubus yang dibangun oleh Nabi Ibrahim sebagai tempat untuk ziarah umat.
Tetapi dengan kecerdasan dan kebjikasanaannya, Muhammad dengan teknik dan strategi yang sangat adil mampu membagi tugas dan peran kepada masing-masing suku yang bertikai itu, sehingga melegakan hati mereka.
Awal Kerasulan
Menjelang usianya yang 40 tahun, Muhammad sering mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat umum yang penuh dengan kemungkaran dan ketidak adilan. Ia mengasingkan diri dengan pergi ke Goa Hira, sebuah goa yang terletak di puncak bukit beberapa kilometer utara kota Mekah untuk bertafakur atau berkontemplasi.
Mula-mula Muhammad melakukan kontemplasi di gua tersebut hanya beberapa jam saja. Namun kemudian ia lakukan hingga berhari-hari.
Pada suatu malam di gua Hira’, Muhammad melihat cahaya terang laksana fajar menyingsing di pagi hari. Rupanya itulah Malaikat Jibril. Kemudian mahluk itu mendekat dan seolah-olah mencengkeram beliau dalam pelukan sehingga membuat nafasnya tersengal-sengal. Muhammad merasakan ketakutan yang luar biasa. Kemudian beliau mendengar suara, “Bacalah!” Dalam perasaan yang penuh dengan kebingungan dan ketakutan, beliau tidak mampu merespon perintah malaikat Jibril itu dan hanya diam saja.
Kemudian Jibril melanjutkan suaranya, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, ; Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.; Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,; Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.; Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq 96, ayat 1-5)
Itulah sesungguhnya wahyu pertama yang diterima Muhammad dari Allah melalui malaikat Jibril. Peristiwa itu disampaikan oleh Khadijah, istrinya kepada anak pamannya bernama Waraqah bin Naufal, seorang pendeta Nasrani. Waraqah menjelaskan bahwa yang datang kepada Muhammad itu adalah malaikat yang pernah datang kepada nabi Musa As.
Peristiwa di goa Hira’ itu menandai Muhammad diangkat oleh Allah Swt sebagai Rasul.