Saturday, August 19, 2017

Tanpa RESOLUSI JIHAD, Indonesia Kembali Dikuasai Penjajah (Jangan Melupakan Sejarah)

Belum genap sebulan rakyat Indonesia menikmati kemerdekaannya, pada pertengahan September 1945 tentara Sekutu (didalamnya ada Inggris dan Belanda) mendarat di Jakarta dan kota-kota besar lainya di Indonesia.
Bung Karno berharap tentara Sekutu hanya mengurus tahanan Jepang saja, dan tidak mengutak-atik status kemerdekaan RI. 
Namun ternyata Sekutu meminta rakyat Indonesia menyerahkan kedaulatannya kepada Sekutu.
Bung Karno tidak menginginkan perang, karena rakyat Indonesia bakal kalah melawan Sekutu.
Atas saran Panglima Sudirman, Bung Karno mengirimkan utusan khusus ke pimpinan NU (Nahdhatul Ulama) KH. Hasyim Asyhari di Ponpes Tebuireng Jombang Jawa Timur untuk meminta fatwa.
22 oktober 1945 seluruh ketua2 NU dan para Kyai se Jawa dan Madura berkumpul di Kantor Pusat Ansor di jalan Bubutan Surabaya.
Diskusi dan istiqoroh para kiyai utama NU itu menghasilkan 3 rumusan penting, yg dikenal dengan RESOLUSI JIHAD. Tiga poin resolusi Jihad:
1. Setiap Muslim wajib memerangi kafir Sekutu yang merintangi kemerdekaan Indonesia.
2. Pejuang yang mati dalam perang kemerdekaan adalah Syuhada.
3. Penduduk yang memihak Sekutu harus dihukum mati.

Dokument Resolusi Jihad yg ditandatangi oleh K.H Hasyim Azhari disebarluaskan ke seluruh jaringan pesantren dan dimuat dalam sejumlah media masa.
Hanya berselang 3 hari pasca Resolusi Jihad dicetuskan, 6000 tentara Sekutu yang dipimpin Inggris mendarat di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dengan persenjataan lengkap.
Mendengar kedatangan pasukan Sekutu, ribuan santri, mujahidin & para Kiyai se Jawa Timur bergerak menuju Surabaya.
Situasi pun terus memanas dan terjadinya pertempuran hebat selama 3 hari di Surabaya (27 -29 oktober 1945).  Tentara Inggris kewalahan menghadapi perlawanan rakyat Jawa Timur.
Inggris lantas mendatangkan Soekarno ke Surabaya untuk diajak berunding melakukan gencatan senjata.
Pagi hari tanggal 30 oktober gencatan senjata ditandatangani pemerintah Indonesia & Inggris. Namun pada sore harinya, terjadi insiden di Jembatan Merah Surabaya yg menewaskan orang no.1 tentara Inggris di surabaya yaitu JENDRAL MALABI. Gencatan senjata pun langsung berakhir.
Pengganti Malabi yaitu Jendral Robert Mansion mengultimatum laskar pejuang dan tentara Indonesia agar menyerahkan senjata kepada inggris paling lambat 10 november 1945.  Jika tidak Inggris mengancam akan MEMBUMI HANGUSKAN SURABAYA dengan membombardir Surabaya dari 3 arah sekaligus laut, darat dan udara.
Mendengar ancaman itu, para rakyat Surabaya marah besar. Seorang pemuda bernama Soetomo (BUNG TOMO) sowan kepada Kiyai Hasyim, ia meminta izin untuk menyebarluaskan­ resolusi jihad melalui radio.
"Inggris mari kita berperang, kami tidak takut.  Kalo MATI kami syahid. Kalo HIDUP kami akan menjadi bangsa yg merdeka.  ALLAHU AKBAR. Tekad itulah yg ditanamkan oleh RESOLUSI JIHAD"
Meletuslah PERTEMPURAN HEROIK 10 NOVEMBER 1945 DI SURABAYA.
Target Inggris untuk melumpuhkan Surabaya dalam waktu 3 hari tak terbukti. Bahkan di hari yg ke-2 Inggris kehilangan Jendral Rober Manison, artinya dalam 1 bulan menghadapi arek arek Suroboyo, Inggris telah kehilangan 2 jendral terbaiknya.
Perang Surabaya berlangsung selama 3 minggu, TAKBIR dan PEKIK MERDEKA menggema selama pertempuran berlangsung.
Meski pada akhirnya Inggris berhasil menguasai Surabaya, namun Inggris mendapatkan kerugian yg besar. Ribuan serdadu terlatih Inggris tewas termasuk 300 serdadu GURKA yg didatangkan Inggris dari India & Pakistan ke Surabaya untuk membantu Inggris melawan Indonesia.
Tentara GURKHA MUSLIM dari India & Pakistan malah membelot dan menyerang balik inggris, setelah mereka  tahu bahwa yg mereka lawan adalah para Santri, Kiyai, Mujahidin dan Rakyat Muslim Indonesia yg merupakan saudara seimanya sndiri yg sedang berjihad membela tanah air.
Korban di pihak Indonesia sendiri 60.000 tentara, laskar, para santri, sukarelawan, dan rakyat surabaya gugur sebagai SYUHADA.
TANPA RESOLUSI JIHAD TAKKAN ADA PERISTIWA HEROIK 10 NOVEMBER 1945.

“Jangan dilupakan !!!”