Saturday, October 14, 2017

Ajaran Nabi Muhammad (Tidak) Sempurna

Judul diatas jangan direspon secara serius, karena saya hanya mengutip statemen seseorang yang ditujukan kepada rekannya saat bincang-bincang santai di beranda masjid.
Awalnya seorang kawan menyampaikan pandangannya kepada rekannya tentang banyaknya praktik bid’ah. Ia berdalih: Islam itu sudah sempurna tidak boleh ditambah dan dikurangi. Kewajiban umat Islam adalah ittiba’(mengikuti).  Apabila menambah-nambah atau mengada-ada yang tidak ada tuntunannya itu bid’ah.  Setiap bid’ah adalah kesesatan dan tempatnya di neraka. Apabila berselisih maka kembali pada al-Qur’an dan hadis.[1]
Pandangan tersebut disambut dengan pertanyaan, bagaimana pemahaman saudara tentang sempurna itu? Tolong jelaskan, (1) Kenapa terjadi banyak penafsiran terhadap dalil-dalil dalam AQ maupun hadis? (2) Kenapa terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama terhadap suatu masalah hukum? (3) Kenapa dalam Islam muncul banyak mazhab dan golongan? (4) Dan masih banyak pertanyaan “kenapa”
Ohhh… kalau itu sih karena banyak orang yang tidak mau tunduk pada sunah rasul.
Menurut saya, jawabannya adalah : Karena Ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad “tidak sempurna” , dalam tanda petik ya.
Salah satu contoh adalah masalah tata cara pelaksanaan shalat. Nabi mengajarkan, “Shallu kama ra’aitumuni ushalli”, artinya : Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku melakukan shalat. (Shahih Bukhari).
Ajaran Rasul itiu menimbulkan banyak ragam cara orang melakukan shalat.  Seperti dimana meletakkan tangan waktu berdiri, bagaimana sikap pada posisi sujud, kemana pandangan mata diarahkan, bagaimana niat itu, dan seterusnya.
Seandainya nabi mengajarkan cara shalat secara detail, dimana meletakkan tangan waktu berdiri, bagaimana sikap pada posisi sujud, kemana pandangan mata diarahkan, bagaimana niat itu, dan seterusnya, maka tidak akan timbul perbedaan pendapat tentang tata cara shalat.  Nah itu baru sempurna.
Dengan demikian maka cara nabi mengajarkan shalat dengan cara “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku melakukan shalat”  adalah tidak sempurna.
Tetapi menurut saya beragam cara pelaksanaan shalat tidaklah masalah, asalkan tidak mengubah aturan pokok, seperti jumlah rakaat, adanya sikap berdiri, rukuk, sujud, tahyat, dan salam. Itulah maksud Nabi “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku melakukan shalat”.  Jika hanya masalah posisi tangan waktu bersedekap, itu bukanlah masalah.
Demikian juga masalah puasa, dzikir, dan zakat.  Asal tidak menyimpang dari aturan pokok taka da masalah. Jangan dibilang bid’ah.

Sesungguhnya ajaran agama Islam itu telah sempurna.   Dalil diatas juga jangan diterjemahkan secara sempit.  Pengertian “sempurna” tidak boleh dimaknai sebagai sesuatu yang lengkap, detail dan tanpa penafsiran.    Ajaran Islam yang disampaikan Nabi hanya bersifat garis besar berupa aturan pokok, tidak detail dan teknis.
Kesempurnaan disini bermakna, ajaran Islam telah merangkum seluruh ajaran yang disampaikan oleh para nabi sebelumnya. Ajaran Islam telah meliputi semua aspek kehidupan, mulai dari aspek ekonomi, politik, sosial, hubungan antar manusia, keluarga, bertetangga, dan sebagainya.
Sepeninggal nabi, para sahabat juga banyak mempraktikkan bid’ah. Seperti shalat tarawih berjamaah, pembukuan al-Qur’an, Adzan shalat jum’at 2 kali, shalat sunah usai wudlu, do’a al-fatihah untuk mengobati penyakit, shalat dua rakaat sebelum dihukum mati, dan sebagainya.

Praktik-praktik bid’ah saat ini yang tidak ada tuntunan nabi juga banyak, seperti: Zakat fitrah dengan beras, zakat profesi, halal bi halal, dan sebagainya.  






[1]Setidaknya ada 3 dalil yang mendasarinya:
(a) Al-Maidah ayat 3: “… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …”.
(b) Hadis : “Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR. An Nasa’i)
© QS. An-Nisa 59: “jika kalian berselisih maka kembalikan pada Allah dan Rasul-Nya”.